Bacaan Niat Mengganti Puasa Dan Tata Cara Doa Buka Bayar Qadha

Ada rukhsoh ataupun kemudahan yang di berikan oleh agama bagi orang yang tidak mampu melaksanakan sebuah kewajiban seperti puasa di bulan ramadhan misalnya, dengan berbagai ilat ataupun alasan kuat yang termasuk pada uszur menurut agama. Apakah itu karena sakit, haid (masalah kewanitaan lainnya), musafir dan semua hal yang termasuk pada kategori udzur menurut agama, dan illat tersebut bisa di sempurnakan dengan melaksanakan puasa qodho atau ganti.

Namun ada beberapa hal yang mesti di ketahui tentang bagaimana ketentuan khusus yang terkait dengan tata cara pelaksanaannya tersebut, mulai dari niat puasa ganti, pengamalan sampai dengan kapan waktu paling afdhol untuk melaksanaknnya termasuk dalil dan keterangan lain yang memuat seputar perintah dari pada puasa ganti tersebut, agar selalu senantiasa masuk pada syarat sah dan hukumnya.

Nah memuat penjelasan ini tentu perlu di catat bahwasannya puasa qodho itu sendiri merupakan salah satu bukti nyata akan pertanggungjawaban seorang muslim terhadap tertinggalnya sebuah amalan wajib yang di karenakan oleh alasan-alasan yang sudah di sebutkan tadi. Sehingga sebelum melaksanakannya itu jauh lebih tahu dan mengerti tentang maksud dan tujuan dari pada puasa qadha tersebut.

Gambar niat puasa qadha

Salah satu keterangan yang merujuk tentang di wajibkannya untuk sesegera mungkin melaksanakan ibadah qodho terhadap amalan wajib yang pernah di tinggalkan dengan alasan tadi itu merujuk pada satu ibarat yang tertuang dalam kitab Az-Zawaajir no. 11, Dimana ada qiyas tersendiri dari bersegeranya untuk melaksanakan ibadah ibadah qodho dari amalan-amaln ibadah yang sudah di fardukan bahkan termasuk pada syarat taubat, redaksinya sebagai berikut :

وعبارة الزواجر الحادي عشر أي من شروط التوبة التدارك فيما إذا كانت المعصية بترك عبادة ففي ترك نحو الصلاة والصوم تتوقف صحة توبته على قضائها لوجوبها عليه فورا وفسقه بتركه كما مر فإن لم يعرف مقدار ما عليه من الصلوات مثلا قال الغزالي تحرى وقضى ما تحقق أنه تركه من حين بلوغه

Artinya : ” dari syarat-syaratnya taubat) adalah menyusul dan membenarkan kesalahan/maksiat yang telah ia perbuat akibat meninggalkan ibadah dimasa silam, dalam meninggalkan semacam shalat dan puasa misalnya, untuk dapat mengabsahkan taubatnya harus diqadha terlebih dahulu karena mengqadhanya diwajibkan sesegera mungkin dan dihukumi fasik bila ditinggalkan seperti keterangan yang telah lewat.”

Sehingga dari adanya ibarat tersebut, kesegeraan seorang muslim terhadap di qodho nya sebauh ibadah itu adalah mengacu pada keterangan-keterangan lain yang memuat seputar tentang hal ikhwal mengenai kepastian dari cara mengqodho puasa tersebut, seperti dari pertanyaan dari perbedaan tentang mengqodohonya seseorang yang masih hidup terhadap tanggungan puasa orang lain ataupun pertanggungan puasa terhadap orang yang sudah meninggal.

Tentu ada perbedaan baik dari segi rujukan hukum maupun pendapat para Ulama yang mengerti betul akan kedudukan masalah tersebut, Sehingga perlu untuk di pastikan dan di pahami secara seksama tentang semua hal yang berhubungan dengan pelaksanaan ibadah puasa qadha khususnya. mulai dari cara bagaimana melaksanakan puasa qodho tersebut yang berhubungan erat dengan orang yang melaksanakannya, Dan berikut ulasannya.

1. Niat Puasa Qadha (ganti)

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءٍ فَرْضَ رَمَضَانً ِللهِ تَعَالَى

Nawaitu Shouma Ghodin ‘An Qadaain Fardho Romadhona Lillahi Ta’ala”
Artinya : “Aku niat puasa esok hari karena mengganti fardhu Ramadhan karena Allah Ta’ala”

2. Pengertian tentang Qadha
A. Menurut bahasa itu adalah bentuk masdar dari kata dasar “qadhaa”, yang artinya; memenuhi atau melaksanakan
B. Menurut istilah dalam Ilmu Fiqh, qadha dimaksudkan sebagai pelaksanaan suatu ibadah di luar waktu yang telah ditentukan oleh Syariat Islam.

3. Pelaksanaan Puasa Qadha
A. Jika hari puasa yang di­tinggalkannya berurutan, maka qadha’ harus dilaksanakan secara berurutan pula, lantaran qadha’ merupakan pengganti puasa yang telah ditinggalkan, sehingga wajib dilakukan secara sepadan.

B. Pelaksanaan qadha’ puasa tidak harus dilakukan secara berurutan, lantaran tidak ada satu­pun dalil yang menyatakan qadha ‘ puasa harus berurutan. Sementara Al-Baqarah ayat 184 hanya menegaskan bahwa qadha’ puasa, wajib dilaksanakan sebanyak jumlah hari yang telah ditinggalkan. Sebagaimana yang termaktub pada keterangan hadits :

قَضَاءُ رَمَضَانَ إنْ شَاءَ فَرَّقَ وَإنْ شَاءَ تَابَعَ

Artinya : “Qadha’ (puasa) Ramadhan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan. ” (HR. Daruquthni, dari Ibnu ‘Umar)

3. Tentang Qadha yang Tertinggal Sampai Ramadhan Berikutnya
Penangguhan atau penundaan pelaksanaan qadha’ puasa Ra­madhan sampai tiba Ramadhan berikutnya dengan tanpa di sertai alasan ataupun halangan yang sah menurut agama, maka itu hukumnya haram dan berdosa. Sedangkan jika penangguhannya tersebut diakibatkan lantaran udzur yang selalu menghalanginya, maka tidaklah berdosa.

4. Tentang Bayar Fidyah Dari Qadha Puasa
Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat dalam menerangkan dan menyikapi masalah seperti yang sudah di bahas tadi dari masalah puasa yang belum di qadha keburu datang puasa berikutnya terutama dalam memberikan fidyah.

A. Penangguhan qadha’ puasa Ramadhan sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya, tidak menjadi sebab diwajibkannya fidyah. Baik penangguhannya tersebut karena ada udzur atau tidak.

B. Jika penangguhan tersebut karena udzur, maka tidak menjadi sebab diwajibkannya fidyah. Sedangkan jika penangguhan tersebut tanpa udzur, maka menjadi sebab diwajibkannya fidyah.

5. Jika Meninggal Tapi Masih Punya Qadha
Dalam masalah ini terdapat dua perbedaan Ulama yang menerangkan tentang kewjiban bayar fidyah dan tidaknya bagi orang yang mempunyai qadha puasa, yaitu :

A. Pelaksanaan qadha’ puasa Ramadhan orang yang meninggal dunia tersebut gapat diganti dengan fidyah, yaitu memberi makan sebesar 0,6 kg bahan makanan pokok kepada seorang miskin untuk tiap-tiap hari puasa yang telah ditinggalkannya. dengan rujukan hadits :

مَن مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيُامْ أُطْعِمَ عَنْهُ مَكَانَ يَوْمٍ مِسْكِيْنٌ

Artinya : “Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban puasa, maka dapat digantikan dengan memberi makan kepada seorang miskin pada tiap hari yang ditinggalkannya.” (HR Tirmidzi, dari Ibnu ‘Umar)

B. Namun jika orang yang memiliki kewajiban qadha’ puasa meninggal dunia, maka pihak keluarganya wajib melaksanakan qadha’ puasa tersebut, sebagai gantinya. Dan tidak boleh dengan fidyah. Sedangkan dalam prakteknya, pelaksanaan qadha’ puasa tersebut, boleh dilakukan oleh orang lain, dengan seijin atau atas perintah keluarganya.

Sebagaimana yang telah di sebutkan dalam sebuah hadits :

مَنْ مَاتَ وَ عَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

Artinya : “Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban qadha puasa, maka walinya (keluarganya) berpuasa menggantikannya.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Aisyah)

6. Dari Jumlah Hari (Qadha) yang Ditinggalkan Tidak Diketahui?
Dalam masalah ini tentu perlu pencermatan secara khusus bagi orang yang mengalminya, meskipun bingun untuk bisa memastikan berapa hari puasa ramadhan yang wajib di qadha. nah secara penuturan jika masalah ini pernah di alami namun solusinya tidak pasti, berikut penjelasannya.

Maka laksanakan ibadah puasa qadha tersebut sesuai dengan pengambilan jumah yang lebih maksimum dari hari yang di tinggalkannya tersebut, tujuannya agar bisa lebih sempurna lagi ketika melaksakan amalan ibadah qodho tersebut.

7. Jika niat Qadha di gabungkan dengan niat puasa lainnya
Tentu sangat di butuhkan sebuah kecermatan dalam masalah seperti ini, pasalnya niat itu adalah laksana perisai yang menentukan syah dan tidak syahnya sebuah amalan, sehingga jika memang ada masalah seperti ini maka jawabannya sebagaimana yang tertuang dalam qaul Ulama dalam kitab halaman 2 juz 271 dengan redkasinay sebagai berikut :

(تنبيه) إعلم أنه قد يوجد للصوم سببان كوقوع عرفة أو عاشوراء يوم اثنين أو خميس أو وقوع اثنين أو خميس في ستة شوال فيزداد تأكده رعاية لوجود السببين فإن نواهما حصلا كالصدقة على القريب صدقة وصلة وكذا لو نوى أحدهما فيما يظهر. إعانة الطالبين

Penjelasannya : ” Hukumnya boleh dan mendapat pahala keduanya yaitu menggabungkan niat beberapa puasa sunnah seperti puasa Arofah dan puasa senin / kamis adalah boleh dan dinyatakan mendapatkan pahala keduanya. Sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Kurdi.

Bahkan menurut Imam Al-Barizi puasa sunnah seperti hari ‘Asyuro, jika diniati puasa lain seperti qadha ramadhan tanpa meniatkan pauasa Asyura’ tetap mendapatkan pahala keduanya.

Adapun puasa 6 hari bulan syawal jika digabung dengan qadha ramadhan, maka menurut imam Romli mendapatkan pahala keduanya. Sedangkan menurut Abu Makhromah tidak mendapatkan pahala keduanya bahkan tidak sah.”

Demikianlah rincian pasti tentang bacaan niat mengganti puasa dan tata cara doa buka bayar qadha dan hal ilhwal yang berkaitan erat dengan pelaksanaannya, termasuk dari pada niat puasa qadha yang memang sangat perlu di cermati oleh setiap umat islam agar selalu senantiasa berada pada koridor hukum yang benar sesuai dengan kaidah yang berjalan dalam sebuah permasalahan seperti yang tadi sudah di bahas.